WartaPolitik.id _ Mendagri Tjahjo Kumolo mengusulkan dua jenderal kepolisian berpangkat sebagai Plt gubernur di Provinsi Jawa Barat dan Sumatera Utara yakni Asisten Operasi Kapolri Irjen M Iriawan dan Kadiv Propam Polri Irjen Martuani Sormin.
Irjen M Iriawan akan menggantikan Ahmad Heriawan yang akan lengser 13 Juni mendatang. Sedangkan Irjen Martuani Sormin akan menggantikan Tengku Erry yang habis massa kepemimpinannya pada 17 Juni 2018.
Sontak saja keputusan tersebut menuai badai protes dari berbagai pihak. terutama yang menyoroti soal netralitas dan profesionalitas Polri dalam politik. Mengingat pada Pilgub Jawa Barat salah satu kontestan adalah purnawirawan Polri.
Menampik isu tersebut, Mendagri Tjahjo menilai keputusanya tersebut sudah sesuai dengan aturan yang berlaku. Yaitu UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, Permendagri Nomor 1 Tahun 2018 dan pengalaman di pilkada 2016 lalu.
“UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada Pasal 201 berbunyi, untuk mengisi kekosongan jabatan Gubernur, diangkat pejabat gubernur yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya sampai dengan pelantikan Gubernur sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” ucap Tjahjo, Jumat (25/1/2018).
Tjahjo menjelaskan selain merujuk pada UU No.10 Tahun 2016, kebijakan tersebut juga sudah sesuai dengan Permendagri Nomor 1 Tahun 2018. Pasal 4 ayat (2): Pejabat Gubernur berasal dari pejabat pimpinan tinggi madya/setingkat di lingkungan pemerintah pusat/provinsi.
Sebelumnya pada Pilkada 2016, Kemendagri sempat menugaskan Irjen Carlo Tewu di Sulbar dan Mayjen Sudarmo di Aceh. Karena daerah tersebut masuk kategori rawan konflik. Maka dibutuhkan koordinasi dan komunikasi yang baik demi kelancaran pilkada dan stabilitas daerah.
Curiga Polisi Jadi Plt Gubernur
Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon menaruh curiga pada keputusan Mentri Tjahjo. Fadli menilai ada keanehan dalam kebijakan Kemendagri dan bisa mengarah pada praktik kecurangan di Pilkada yang menggerakan mesin birokrasi.
“Saya kira ini ada suatu keanehan dalam penunjukan oleh Mendagri dan seharusnya bisa merevisi,” kata Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (25/1/2018).
Fadli berkilah bila kerawanan Pilkada yang dijadikan sebagai argumen Kemndagri menunjuk Plt Gubernur dari unsur kepolisian maka itu sebuah kebijakan yang salah sasaran. Karena keamanan pilkada menjadi otoritas Kepolisian. Sedangkan Gubernur hanya menjalankan roda pemerintahan.
“Itu saya kira logikanya harus diselaraskan, bahwa untuk pengamanan bukan urusan Plt gubernur,” jelas Fadli.
Setali tigawang, rekan sejawat Fadli di parlemen Fahri Hamzah masih menaruh curiga dengan keputusan Kemendagri. Meskipun Fahri membenarkan bahwa keputusan tersebut sudah sesuai aturan yang berlaku.
“Kecurigaan berkembang, alasan untuk curiga itu banyak. Muaranya itu adalah konsolidasi bagi Jokowi. Mestinya Pak Jokowi ambil sikap, Masa dari sebanyak itu (petinggi Kemendagri), enggak ada yang bisa ambil komando?” Cibir Fahri Media Center DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (26/1/2018)
Fahri meyakini upaya ini sebagai bagian dari konsolidasi kekuatan Presiden Jokowi jelang Pilpres 2019 mendatang. Provinsi Sumatra Utara adalah lumbung suara di Pulau Sumatra sedangkan Jawa Barat merupakan provinsi dengan jumlah pemilih terbanyak di Indonesia.
Mendagri Djahjo menilai perbedaan pendapat itu wajar dan pihaknya perpegang sesuai pada aturan yang berlaku. Sampai saat ini, penetapan Plt Gubernur Jawa barat dan Sumatra Utara masih menunggu Keputusan Presiden (Keppres).
Discussion about this post