WartaPolitik.id – Wacana Indonesia didera embargo militer AS (Amerika Serikat) kembali mencuat pasca kunjungan Menteri Pertahanan Amerika Serikat James Mattis. Pada kunjungnya, James Mattis kembali menawarkan Indonesia untuk membeli alutsista (Alat Utama Sistim Pertahanan) buatan Paman Sam. Tawaran itu disampaikan Mattis dalam pertemuan dengan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu di Jakarta, Selasa (23/1/2018).
Ryamizard menyatakan Indonesia belum punya rencana untuk membeli alutsista skala besar dari AS dalam dua sampai tiga tahun mendatang. “Ya kalau ada duitnya (beli),” ujar Ryamizard seusai bertemu dengan Mattis di Kantor Kemhan.
Di hari yang sama, James Mattis juga menemui Presiden di Istana Negara. Di hadapan Presiden Jokowi, Mattis menegaskan posisi Indonesia sangat penting bagi AS yakni menjadi poros di kawasan Indo-Pasifik. Sehingga misi kunjungan Mittis adalah berharap dapat menjalain kerjasama militer strategis kedua negara.
“Kami berbicara mengenai kemitraan antara kedua negara, dan kami menyimak perkataan Presiden mengenai hal-hal apa saja yang sekiranya bisa kami bantu. Karena posisi Indonesia sangat penting di kawasan Indo-Pasifik ini,” ujar Mattis ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan, Selasa (23/1/2018).
Dari lawatan singkat James Mattis di Indonesia menunjukan belum adanya kesepahaman kerjasama strategis alutsista Indonesia-AS. Sementara pada November 2017 lalu, Indonesia telah membeli sebelas unit pesawat tempur jenis Sukhoi Su-35 buatan Rusia dengan nilai lebih-kurang US$ 90 juta/unit (total US$ 1.140 juta).
Berkaca pada situasi tersebut muncul kekhawatiran AS akan memberlakukan Embardo Militer pada Indonesia. “Kalau menurut saya, Maret besok. Itu makanya kemarin James Mattis ke sini.” Kata Pengamat militer Connie Rahakundini Bakrie, seperti dikutip dari cnnindonesia (25/1/2018)
Connie berpendapat kemungkinan itu semakin kuat dengan kabar kedatangan Presiden Rusia Vladimir Putin untuk menandatangani kerja sama kemitraan strategis Rusia-Indonesia di bulan maret nanti. Jika terkena embargo, maka armada Angkatan Udara Indonesia rugi besar karena puluhan pesawat itu terancam mangkrak.
Connie menambahkan, masalah utama Indonesia saat ini tidak mempunyai anggaran pertahanan yang cukup. “Bisa saja Indonesia beralih ke Rusia, China. Masalahnya, kita punya uang berapa?” Ujarnya.
Sebaliknya, Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan Universitas Padjadjaran, Muradi Clark, yang menyoroti soal kerjasama Indonesia-AS yang timpang karena tidak dibarengi dengan transfer of technology (ToT) dan pembatasan pembelian peralatan.
“AS itu pelit ToT. Kalau dulu kan masalahnya sedang perang dingin kita beli dari tempat lain jadi masalah. Sekarang sudah tidak ada masalah. Kita dapat hibah F-16, ya walaupun hibah, mana ada ToT?”kata Muradi.
Sebelumnya, pada tahun 1995 hingga 2005 AS sempat menjatuhkan embargo militer untuk Indonesia. Karena Indonesia dianggap telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia Timor Timur (kini Timor Leste), pada 12 November 1991. Selama kurun waktu tersebut, negeri Paman Sam menghentikan penjualan senjata dan suku cadang untuk pesawat-pesawat TNI yang dibeli dari mereka.
Embargo militer dapat berdampak buruk bagi kinerja Militer, banyak armada tempur, pesawat dan persenjataan yang diproduksi AS tidak dapat berfungsi optimal meskipun dalam kondisi baik sekalipun. Karena terkendala perawatan dan suku cadang yang tidak lagi dipasok oleh negara produsen (AS). Sehingga dapat berdampak langsung pada kinerja negara dalam menjaga kedaulatan wilayah Indonesia. Sementara belanja alutsista yang kurang proporsional akan membebani keuangan negara, yang belum begitu prima.
(sumber: cnnindonesia.com, tempo.co)
Discussion about this post