wartapolitik.id – Gubernur Maluku Said Assagaff mengkritisi kebijakan moratorium dari Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti. Karena menjadi salah satu penyebab utama tingginya angka kamiskinan di Maluku.
Pernyataan itu disampaikan ketika membuka Rapat Kerja Daerah (Rakerda) di Negeri (Desa) Ohoi Ngafan, Kecamatan Kei Besar Selatan, Kabupaten Maluku Tenggara, Kamis (1/2/2018).
“Ini gara-gara moratorium. Akhirnya tenaga kerja di cold storage dipangkas sampai dengan 70 sampai 75 persen,” kata Said melalui rilis dari Kabag Humas Pemprov Maluku seperti ditulis di halaman Kompas.com.
Baca Juga: Maluku Minta Tindak Lanjut Pasca Moratorium, Menteri Susi Sudah Beri 545 Kapal
Gubernur Said berharap agar Menteri Susi segera mencabut kebijakan tersebut. Agar dapat meredam tingginya angka penganguran dan kemiskinan.
“Ibu (Susi) tidak lihat dari angka kemiskinan. Tapi gubernur melihat dari angka pengangguran, kemiskinan, pendapatan rakyat, semua itu kita lihat. Kita berharap ke depan kebiajakan itu bisa segera dicabut.” Tandasnya.
Respon Menteri Susi
Menteri KKP, Susi Pudjiastuti tak terima dengan tuduhan Gubernur Maluku tersebut. Hal itu diutarakan lewat akun twitter pribadinya @susipudjiastuti, “Aru itu provinsi Maluku, dimana dulu ribuan kapal asing menjarah laut. Dari lapangan info yang kita dapatkan nelayan-nelayan dan pengusaha ikan di Maluku non ilegal fishing sekarang dapat ikan banyak dan mudah”. Tulisnya.
Menteri Susi juga membantah soal moratorium. Menurutnya moratorium telah dicabut pada 2015 lalu. Setelah itu kapal-kapal asing ilegal dilarang melaut. Susi geram lantaran gubernur Maluku seperti lupa akan maraknya ilegal fishing di Maluku, ABK kapal yang banyak warga asing dan kasus perbudakan di Benjina.“
“Gubernurnya mungkin engk pernah liat nelayan Maluku sesungguhnya, dan masih mimpi dengan moratorium. Jangan-jangan salah satu pemilik kapal ex asing nih, yang dilihat nelayanya pak, bukan pemilik kapal ex asing.” Komentar @HariGenta di ciutan @susipudjiastuti.
Sebagai informasi, Pemerintah Maluku telah mencanangkan Lumbung Ikan Nasional (LIN) sejak 3 Agustus 2010, namun hingga kini belum terealisasi. Padahal laut Maluku menghasilkan 3,06 juta ton ikan pertahun atau 30 persen kebutuhan nasional.
Baca Juga: Rakyat Miskin, Gubernur Kaya, Demokrasi Punya Siapa?
Sebelumnya, antaranews.com memberitakan, pada 14 Desember 2017, Pemprov Maluku mengajukan pengusulan program prioritas pembangunan kelautan dan perikanan Maluku kepada Sekjen KKP sebesar Rp138 miliar.
Hal tersebut sebagai tindak lanjut karena program Lumbung Ikan Nasional yang kemudian diubah menjadi Sentra Perikanan Laut Nasional yang menelan anggaran sebesar Rp.1,4 triliun belum juga terealisasi.
[Sumber: kompas, antaranews]
Discussion about this post