wartapolitik.id – Pemilihan Gubernur Jawa Timur 2018, akan jadi Pilgub paling sengit dari tiga pilgub lainya di pulau Jawa. Saifullah Yusuf sang patahan akan kembali bertarung dengan kompetitor lama yang masih begitu perkasa, Khofifah Indar Parawansa.
Saifullah yusuf atau akrab disapa Gus Ipul harus bekerja ekstra meski berstatus Wakil Gubernur dua periode. Lawanya juga sepadan, Mentri Sosial yang pilih turun gelangang. Mengulang pertarungan periode lalu, yang terpaksa tandas di palu Mahkama Konstitusi.
Saling Silang Khofifah-Ipul
Awal kompetisi sudah dimulai sejak penentuan Bakal Calon Wakil Gubernur. Khofifah mengandeng Bupati muda dari Trenggalek, Emil Elestianto Dardak. Sementara Gus Ipul berpasangan dengan Senator Senayan, Puti Guntur Soekarno.
Saling silang kompetisi dua kandidat mulai terasa di lapangan. Khofifah punya peluang, Gus Ipul punya kekuatan. Kedua pasangan ini boleh dikata sepadan. Hal itu bisa kita lihat dari dua data survey berikut:
Dua survey ini sekurangnya dapat mengambarkan betapa iklim kompetisi begitu dinamis dan berimbang. Kali ini yang tersisa adalah upaya kandidat dalam menguasai sentrum massa utama konstituen di Jatim.
“Ada tiga sentrum kuasa massa di Jatim. Yaitu Pesantren, Sepakbola dan Dangdut. Tiga segmen ini sudah menjadi bagian dan identitas kolektif. Kandidat yang mampu menaklukan tiga segmen ini, maka dia punya peluang paling besar memenangkan Pilgub Jatim” Terang Djali Gafur, Direktur Indonesia Research and Strategy kepada wartapolitik via phonsel.
Pesantren Memang Paten
Jawa Timur sangat identik dengan lembaga pendidikan Pesantren. Pondok pesantren seperti Tebu Ireng, Lirboyo atau Gontor, pada mulanya berawal dari langgar atau mushola. Hingga pada sekarang ini, menjelma menjadi pondok modern dengan ribuan santri/santriwati. Butuh waktu kerja ketelaudanan ratusan tahun untuk mencapai itu semua.
Maka kita mafhum Pondok Pesantren iyalah ruhnya Jatim. Memisahkan warga Jatim dari kehidupan Pesantren ibarat melepas sukma dari raga. Habis musnah segalanya.
Kementrian Agama mencatat pada 2013 saja ada 6.561 pesantren, yang mendidik 950.899 santri dan diasuh oleh 89.492 pendidik. “Itu data resmi. Saya yakin jumlahnya lebih dari itu. Nyantri dan Ngaji itu sudah menjadi bagian keseharian warga Jatim. Bahkan hampir setiap kampung itu ada pondoknya, suasanya kayak di lagu Kota Santri itu.” Sambung Djali.
Menurut Djali, kalangan santri punya etos kerja tinggi, soliditas tiada banding dan loyalitas sepanjang napas. Sehingga gotongroyong dan persaudaraan terjalin erat, bahkan sampai akhir hayat.
Para Kyai (Ibu Nyai/Istri Kyai) di Pondok Pesantren adalah panutan sekaligus rujukan bagi masyarakat setempat dalam segala hal. Bukan hanya soal agama dan tatakrama. Melainkan juga sampai pada hal-hal anomali seperti untuk meramal bintang atau jadi pawang hujan sekalipun.
“Bayangkan, bila visi kandidat sejalan dengan perjuangan Pondok Pesantren tentu akan mendapat dukungan dari Kyai, Santri bahkan Alumni. Apalagi kandidat pernah nyantri disitu, selesai sudah.” Sambung Djali.
Namun yang menarik kali ini dalah, kedua kandidat berasal dari kalangan santri dan mewarisi trah Nahdatul Ulama. Sehingga perebutan suara di massa pemilih NU akan berjalan sengit dan berimbang.
Sepak Bola Selalu Mentereng
Jawa Timur adalah gudangnya club sepakbola profesional, punya prestasi mentereng dan suporter yang fanatiknya mainta ampun. Bila Pemkot Malang shootdown, maka tak seorang pun akan menyesalinya. Tapi bila Arema Malang kalah di final liga nasonal maka itu akan ditangisi sampai 50 tahun berikutnya.
Provinsi berpenduduk 44 juta jiwa ini memiliki 50 club sepakbola profesional yang tersebar di hampir semua kabupaten/kota se Jatim. Nama-nama pesepak bola beken seperti Widodo C Putra, Aji Santoso dan Evan Dimas adalah produk jempolan club bola Jawa Timuran.
“Jadi jangan heran di Jatim itu banyak klub balbalan (sepakbola). Mulai dari tarkam, sekolah sepakbola, club amatir sampai yang professional. Jumlahnya mungkin ribuan bahkan puluhan ribu. Sesungguhnya itu mengambarkan gairah dan semangat warga Jatim yang suka tantangan.” Lanjut Djali.
Melibatkan club bola sebagai salah satu motor pengerak di Pilgub bisa menjadi langkah strategis. Karena memiliki fanatisme dan mampu digerakan hanya dengan satu pesan sms saja. Sebut saja Persebaya dengan Boneknya, Persela Lamongan dengan laskar Sakeranya, atau Arema Malang dengan Aremania.
Jumlah mereka bahkan jutaan dan terorganisir dengan organisasi supporter yang sudah berumur puluhan tahun. Para suporter ini bisa dikolola menjadi relawan untuk merangkul pemilih pemula atau para fans bola lainnya.
Dangdut Koplo Itu Menawan
Setelah Ngaji, Main Bola, Boleh lah sesekali manikmati lantunan dang dut koplo. Warga Jatim sudah mengemari musik dangdut (koplo) sejak pertama kali genre musik ini lahir. Hampir di setiap sudut keramain akan diisi dengan sajian dangdut koplo. Ada keramaian, tapi tidak ada koplo, itu belum afdol rasanya.
“Koplo mengajak kita bersenang-senang. Lirik yang dinyanyikan boleh saja sedih dan bikin gulana: Ditinggal menikah, cinta ditolak, suami galak, atau utang yang menumpuk. Tapi koplo mengajak pendengar untuk berjoget.” Tulis Tirto dalam laporan dangdut koplo puncak evolusi dangdut, 2017.
Dangdut Koplo zaman now sudah merambah internet lewat youtube. Via Vallen dan Nella Kharisma, dua penyanyi idola dangdut masakini. Mereka membawa semangat baru pada dangdut yang tampil lebih elegan, sopan dan menawan. Sehingga bisa diterima dikalangan millenial. Kini, karya mereka yang dipajang di youtube sudah ditonton ratusan juta kali dan punya pengemar berjibun dari segala usia.
Dangdut koplo dimotori oleh Band/Group Orkes Melayu. Ada beberapa nama yang punya tempat istimewa di hati warga. Seperti Om Monata, Om Sera, Om New Pallapa, Om Sonata dan masih banyak lainya. Orkes melayu ini punya penggemar yang tak kalah dengan suporter sepak bola. Mereka dapat menjadi pendulam suara yang evektif di Pilgub Jatim. Menyanyi satu dua lagu, tiga empat ribu suara dikantongi.
Pilgub rasa Pilpres. Iayalah tapal menuju kontestasi Pilpres 2019. Kedua kandidat punya modal elektoral yang sama kuat. Ketiga segmen (Pesantren, Sepak Bola, Dangdut) tersebut akan jadi kunci penentu, siapa yang akan punya kuasa pada massa untuk bisa digerakan di bilik suara 27 juni 2018 nanti.
Discussion about this post