wartapoltik.id – Muhammad Zulkirman, anggota polisi asal Banda Aceh, memilih dipecat. Terakhir bertugas di Direktorat Tahanan dan Barang Bukti Polda Aceh, pria yang akrab disapa Joekhana ini merasa pekerjaan tidak berkah. Joekhana mengaku menjadi anggota Korps Bhayangkara lewat cara menyuap. Jumlahnya sampai puluhan juta.
Kisah Joekhana viral di medsos. Joekhana tentu tidak sendiri. Ia hanya bongkahan kecil dari puncak gunung es dalam soal rekrutmen anggota Polri yang penuh suap, sogok, dan titipan. Rekrutmen calon anggota Polri, diikuti seleksi pendidikan, adalah “hulu” dalam aspek SDM organisasi Polri. Keruh di hulu, maka kekeruhan itu mengalir sampai jauh ke “hilir”.
Sepanjang 2012-2014, ada 72 anggota polisi yang diberhentikan karena terlibat narkoba. Di 2017 lalu, Polda Jateng memecat 17 anggotanya. Tahun yang sama, Kapolda Metro Jaya, Irjen Idham Aziz, memecat 44 anggota polisi. Tahun sebelumnya, Polda Metro Jaya memecat 36 anggota dengan tidak hormat. Di Polda Riau, 27 anggota polisi dipecat tahun 2017 karena kasus kedisiplinan, narkoba, dan pidana.
Ada juga soal kasus polisi bunuh diri. Pada 2015, ada enam kasus polisi bunuh diri. Jumlah ini naik lebih dua kali lipat di 2016, yakni sebayak 13 kasus. Di 2017, jumlah kasus menurun jadi tujuh kasus. Cerita tragis datang dari Blora. Seorang anggota Brimom Subden IV Sat Brimom di Pati, Bripka Bambang Tejo, menembak dua rekannya. Keduanya tewas, disusul Bripka Bambang Tejo yang bunuh diri dengan menembak kepalanya sendiri.
Wajar publik digaluti kecemasan. Apa mungkin polisi solusi permasalahan kamtibmas di saat banyak oknum polisi justru jadi sumber masalah. Pangkal masalah tentu di proses rekruitmen selama ini yang syarat KKN. Reruitmen bermasalah melahirkan polisi bermaslaah—meminjam istilah Irjen Arief Sulistyanto—“polisi hantu” yang membebani organisasi Polri, juga masyarakat dan negara.
Revolusi Mental di Tubuh Polri
“Masuk Polri tanpa Mahar. Gratis”. Begitu bunyi pesan di rompi seragam panitia Seleksi Sespimen T.A 2018. Seleksi diadakan 12 Februari 2018 lalu. Tes Kesamaptaan Jasmani, diikuti tahap pengumuman hasil, sengaja bertempat di ruang publik, Stadion Ngurah Rai, Denpasar. Tujuannya agar publik ikut mengawal dan mengawasi proses seleksi.
Pesan senada seperti “Percaya pada diri sendiri. Jangan Percaya Calo”, atau “Kami Panitia tidak dapat Membantu Kelulusan Anda, Apalagi yang Bukan Panitia” tentu bukan sekadar jargon atau slogan. Polri tengah berbenah. Reformasi internal dan kultural Polri digegas. Hasilnya mulai terlihat setahun terakhir.
Di 2013, rilis survei Global Corruption Barometer (GCB) oleh Transparency International (TI), menempatkan kepolisian sebagai lembaga terkorup. Namun, di tahun 2017 kemarin, rilis survei dari lembaga yang sama menempatkan DPR di urutan pertama, kedua birokrasi, ketiga DPRD, dan keempat Dirjen Pajak. Kepolisian berada di urutan kelima.
Grand design Reformasi Polri mulai dicanangkan masa Kapolri Bambang Hendarsono Danuri. Di bawah Kapolri Tito Karnavian, fokus reformasi Polri ke transformasi internal dan kultural. Satu komando, satu tujuan: melahirkan Polisi Promoter (professional, modern, dan terpercaya).
Agaknya, tidak berlebihan jika dikatakan, bahwa revolusi mental tengah digulirkan di tubuh Polri. Hari ini, praktik transaksional dalam rekrutmen anggota Polri tinggal cerita masa lalu. Begitu pun dalam seleksi pendidikan dan pelatihan, serta sistem dan jalur karier jabatan strategis, sebagaimana ditegaskan Kapolri, kini berbasis the right man on the right place.
“Siapa pun yang menggunakan sponsorship dan wali penunjang pada tes Sespimmen akan didiskualifikasi,” tegas AS SDM Mabes Polri, Irjen Arief Sulistyanto.
Program clear & clean digulirkan sejak awal tahun lalu. Tepatnya, di bulan Februari 2017, bertempat di ruang Pusat Pengendalian Krisis (Pusdalsis), Mabes Polri, AS SDM Polri mengambil sumpah panitia seleksi calon anggota Polri, bahwa tidak akan membantu atau menolong kelulusan calon dengan meminta atau menerima imbalan dalam bentuk apa pun.
Tidak saja panitia seleksi, setiap peserta calon anggota Polri juga disumpah untuk mengikuti proses seleksi secara jujur dan benar. Bahkan, orang tua peserta pun disumpah dan diminta menandatangani fakta integritas.
Di Polda Sumsel, sejumlah perwira polisi dicopot. Di Polda Jabar, Tim Saber menangkap oknum polisi yang mendatangi orang tua catar (calon taruna) yang gugur, tapi dijanjikan bisa lolos asal menyediakan uang. Di Polda Metro, belasan peserta seleksi ditangkap karena menggunakan ijazah palsu.
Jenderal Cadas
Arief Sulistyanto terhitung sejak 14 Februari 2017 dipercayai Kapolri menduduki jabatan AS SDM Polri. Jenderal bintang dua kelahiran Nganjuk, 24 Maret 1965 ini berprinsif zero tolerance terhadap kejahatan dan penyimpangan. Sejumlah kasus besar seperti Cicak-Buaya, Rekening Gendut Polri, Gayus Tambunan, termasuk kasus Munir tuntas oleh mantan Kapolda Kalbar ini.
Di tangannya, Gayus yang sudah divonis bebas oleh Pengadilan Tangeran dipaksa meringkuk ke balik jeruji penjara. Ia pun tak segan-segan mengamputasi para penyidik yang memeriksa Gayus. Di kasus Munir, berbekal kejelian dalam menerapkan metode scientific crime investigation, Pollicarpus yang semula menyangka akan bebas terbukti melakukan pembunuhan berencana.
Tidak berlebihan jika Kapolri, Jenderal Tito Karnavian, mempercayakan reformasi internal dan kultural Polri di tangan rekan seangkatannya jebolan Akpol 1987 ini. Arief yang digelari Belarek (‘petir’ atau ‘guntur’) dari masyarakat Dayak Kayan terkenal cadas, bersih, dan antikorupsi.
Tak kurang mantan anggota MPR, Budiono Tan yang mengelapkan ribuan sertifikat petani sawit di Ketapang dan buron sejak 2010 dijebloskannya ke penjara. Berpegang pada kebenaran. Jangan takut, rezeki sudah dijamin oleh Allah, begitu tegas suami dr. Niken Manohara ini.
“jadilah pemimpin yang biasa saja, tapi melakukan kerja yang luar biasa,” tegas jenderal yang selalu tersenyum ini. Di bahunya, publik menitipkan harapan besar pada reformasi internal dan kultural Polri. Selamat bekerja, Jenderal.
Discussion about this post