Wartapolitik.id – #djaligafur – Debat tahap satu Pilgub Maluku 2018 dengan tema “Peningkatan Pelayanan Publik Untuk Kesejahteraan Masyarakat dan Kemajuan Daerah” Ambon, senin 7/5/2018. Debat berlangsung enam sesi dengan rentang waktu sangat ketat, penuh dinamika, retorika dan intrik.
Siapapun akan kesulitan menyampaikan rencana lima tahun dalam durasi tiga dan satu menit. Maka sangat sulit pula kita untuk mengukur substansi dari argumentasi yang disampaikan oleh para kandidat.
Setelah debat usai, para pendukung lantas membuat kesimpulan sendiri. Ada yang mengatakan si A menang di debat, si B lebih meyakinkan dan si C habis diserang. Itulah bumbu pemanis yang sudah awam terjadi.
Baca Juga :
- Ironi Maluku “Semua Akan Miskin Pada Waktunya”
- Menteri Susi Tak Sudi Jadi “Kambing Hitam” Kemiskinan Maluku
- Kades Terlibat Kampanye Said Assagaff : Bawaslu Minta Ketegasan Bupati
Debat ini bukan lomba layaknya cerdas-cermat di sekolahan. Melainkan bagian dari penyelenggaran Pilgub yang difasilitasi oleh KPUD dengan tujuan demokratisasi dan edukasi bagi pemilih.
Debat menjadi moment yang sangat langka karena semua kandidat ada di satu panggung. Ajang unjuk kebolehan untuk meyakinkan pemilih dan ajang pemilih mengukur kapasitas para kandidat.
Maka setiap kandidat akan hadir dengan target (goal) dan standing position mereka masing-masing. Pada titik ini debat menjadi bagian dari strategi pemenangan bagi setiap kandidat.
Saya tidak sedang memberi penilaian tentang debat. Karena menurut saya itu terlalu naïf. Saya coba membaca strategi panggung para kandidat bisa kita pahami dengan memperhatikan standing position & goal di pangung debat.
Pasangan SANTUN (Said Assaggaff-Anderias Rentanubun)
Standing position mereka adalah patahan. Maka sejak awal mereka sudah sadar akan menjadi objek kritik dari kandidat lain. Sehingga target utamnya adalah membangun argumentasi yang bersifat informatif-difensif untuk menjastifikasi kesuksesan pemerintahannya.
Pasangan santun berulangkali mengatakan bahwa pemerintahan-nya mampu meraih beragam penghargaan tingkat nasional. Dan melimpahkan problem kemiskinan sebagai tanggung jawab utama para Bupati/Walikota.
Sehingga pada beberapa kesempatan, pasangan SANTUN memberi tangapan atau pernyataan yang cukup emosional. Dan meragukan keabsahan data dan logika yang digunakan oleh kandidat lain.
Baginya, kritik yang dilontarkan kepadanya tidak punya landasan dan data yang kongkrit. Meskipun daerah berpredikat miskin ke empat di Indonesia tetapi bisa merah penghargaan Indonesia Smart Nation Award (ISNA 2018). Suatu perstasi yang cukup Anomali.
Pasangan BAILEO (Murad Ismail – Barnabas Orno)
Standing Position pasangan ini adalah penantang dengan dukung parpol terbanyak. Sejak awal ada semacam pengiringan opini/isu yang mendiskriditkan pasangan BAILEO. Mereka di-framing emosional, tempramen dan arogan.
Maka target (goal) mereka pada ajang debat dijadikan sebagai arena konfirmasi-diferensiasi. Lalu memberi konfirmasi bahwa isu/opini tidaklah benar. Baileo justru tampil sangat santai.
Baileo lebih banyak memberi input dari pada membangun polemik. Terlebih ketika kritik disampaikan dalam bentuk pertanyaan yang bertujuan memperoleh konfirmasi.
Beda halnya dengan kandidat lain yang menyampaikan kritik dengan pernyataan. Sehingga publik pada akhirnya bisa menyaksikan langsung bahwa opini/isu yang beredar selama ini hanyalah isapan jempol semata.
Pasangan HEBAT (Herman Koedoeboen-Abdullah Vanat)
Standing position mereka adalah mantan lawan tanding patahana. Mereka pernah kalah pada pertarungan sebelumnya. Sehingga target (goal) yang hendak dicapai adalah tampil aggresif-agitatif.
Itu bisa terlihat ketika sesi pertama penyampaian visi misi. Dimana postulat argumentasi dibangun atas kritik pemerintahan sekarang. Artinya pasangan hebat membangun antitesa dan mencoba menjadi problem solver.
Pasangan ini sadar bahwa debat harus jadi ajak jitu untuk menunjukan kemampuan persoanalnya. Mereka dikenal punya gaya retorika dan argumentasi.
Keuanggulan personal ini harus tereksploitasi maksimal pada panggung debat. Maka jangan heran bila merek cenderung agitatif.
Catatan Penutup
Standing position dalam debat dipengaruhi dari target yang hendak dicapai. Secara teoritis, biasanya debat punya pengaruh pada migrasi pemilih atau meyakinkan pemilih mengambang. Maka naik-turun elektabilitas pasca debat bisa saja terjadi.

Namun harus ada alat ukur yang jelas untuk mengukur pengaruh debat kandidat pada migrasi pemilih dan elektabilitas pasangan. Banyak variable dependen dan independen yang mesti dihitung/diukur, tentu dengan indikator normatif maupun kasuistik.
Ada satu catatan yang perlu digaris bawahi. Tematik debat terlalu umum dan luas sehingga kurang mampu merangsang para kandidat bicara pada hal-hal yang bersifat substansif.
Pada akhirnya masing-masing dari kita pasti punya referensi dan preferensi pribadi dalam menentukan pilihan yang tertuang dalam satu pertanyaan paling mendasar.
Seperti apa karakter pemimpin yang anda sukai dan yang dibutuhkan Maluku?
Penulis
Djali Gafur – Direktur Maluku Institute
Discussion about this post