Wartapolitik.id – Aktivis 98 Wahab Talaohu menduga telah terjadi infiltrasi ideologi terorisme di tubuh oposisi, sehingga oposisi politik berlangsung arogan, radikal dan anti pancasila.
Hal tersebut diutarakan usai menghadiri acara diskusi dan buka puasa bersama Alumni Aktivis 98 di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta Pusat, selasa 29/5/2018.
Diskusi dengan tema “Aktivis 98 Lawan Radikalisme dan Terorisme” ini dihadiri oleh 2.000 eksponen 98, turut hadir sebagai pembicara Ketua Progres 98 Faizal Assegaf, Anggota DPR RI Komisi III Masinton Pasaribu, Progres 98, Eli Salomo, Hengki Irawan, Nuryaman Berry, Syarikat 98, Abdullah dan Wahab Talaohu.
Usai acara tim redaksi wartapolitik berkesempatan mewawancarai Wahab Talaohu yang juga adalah Aktivis 98 pendiri FAMRED ( Front Aksi Mahasiswa untuk Reformasi dan Demokrasi).

Menurut anda bagaimana terorisme ada di Indonesia karena mayoritas penduduk Islam?
“Islam sejatinya rahmatan lil alamin. Penuh kedamaian, menghormati keberagaman dan penuh kasih sayang. Jadi gerakan radikal dan aksi terorisme bukanlah bagian dari Islam, melainkan ideologi/pemikiran yang berkembang di Timur-Tengah lalu ditransver ke Indonesia.
Indonesia menjadi salah satu “pasar” persebaran ideologi/pemikiran trans-nasional tersebut. Yang cenderung menggunakan Agama sebagai instrument sekaligus alat legitimasi.
Kita bisa lihat Masyarakat Nahdatul Ulama dan Muhammadiyah yang notabene adalah ormas Islam terbesar di Indonesia sangat menentang sikap radikal, teror dan intoleran tersebut”.
Lantas kenapa ideologi ini masih saja mendapat tempat di Indonesia?
“Ada Segelintir elit yang terkooptasi dengan ideologi trans-nasional (terorisme) dan mengunakan itu sebagai alat untuk merongrong keutuhan bangsa dan merubah dasar Negara (UUD 1945 & Pancasila).
Terutama pasca pembubaran Ormas terlarang (Red: Hizbu Tahrir Indonesia – HTI) mulai ada kesadaran eks-anggotanya terlibat aktif di partai politik. Pihak oposisi memaknai ini sebagai peluang demi menambah pundi suara jelang Pilpres 2019″.
Berarti ada kepentingan Pilpres 2019?
“Tentu ada tendensi politik ke Pilpres 2019. Sudah jadi rahasia umum bahwa sentimen keagamaan selalu jadi alat mudah untuk agitasi dan mobilisasi massa. Oposisi mengunakan itu dengan mendelegitimasi pemerintahan yang sah dan memecah belah kerukunan hidup beragama.
Kita harus waspada karena Partai Oposisi telah membina hubungan yang intim dengan ormas atau kelompok yang telah terpapar radikalisme dan terorisme. Jadi sedikit banyak gerakan oposisi selama ini sudah terkontaminasi gerakan radikal. Sehingga iklim demokrasi yang awalnya santun berubah menjadi penuh intimidasi dan anti bhineka tunggal ika, anti pancasila”.

Lantas bagaimana para Aktivis 98 menyikapi hal ini?
“Kita tegas, lawan! Terorisme itu musuh bersama umat manusia. Kita para Aktivis 98 berkomitmen melawan tindakan-tindakan tersebut karena bertolak belakang dengan ajaran agama khusnya Islam. Radikalisme dan Terorisme itu anti kemanusiaan dan berpotensi memecah belah kita sebagai suatu bangsa beradab”.
Kongkritnya seperti apa?
“Aktivis 98 telah menyusun platform gerakan dalam rangka melawan radikalisme dan terorisme. Sehingga kita tidak hanya berada di ruang public control melainkan harus masuk ke ranah political power meredam aksi sepihak yang mengangu kemanusiaan, kerukunan umat beragama dan keutuhan Berbangsa-Bangsa.
Usulan saya, kita akan bentuk Garda Bhinneka Tunggal Ika yang tersistem sampai ke daerah sebagai upaya membendung transver ideologi teror tersebut. Yaitu lewat penyadaran, edukasi dan pengkaderan generasi muda.
Keberadaan Garda Bhinneka akan jadi usulan dan akan dibahas lebih spesifik pada acara Rembuk Nasional Aktivis 98 yang akan segera dilaksanakan pada Juli mendatang. Sebagai ikhtiar serta langkah kongkrit kita untuk menghapus radikalisme dan terorisme di Nusantara”.
[WP-05]
Discussion about this post