WARTAPOLITIK.ID- Situasi makin memanas pascakudeta militer 1 Februari 2021 yang dipimpin Jenderal Min Aung Hlaing di Myanmar. Sampai saat ini sudah lebih dari 50 warga sipil gugur diterjang peluru tajam aparat bersenjata.
“Kami akan mengingatmu yang mempertaruhkan nyawa di garis depan perlawanan terhadap junta militer, teriak warga sembari menyanyikan lagu-lagu revolusioner, mengiring pemakaman Kyal Sin, Kamis (4/03).
Rabu (03/03) menjadi hari paling berdarah. Aparat menembaki para demontran secara brutal. 38 orang meninggal diterjang peluru tajam. Bahkan, ada yang ditembak dari jarak kurang dari satu meter. Kyal Sin menjadi salah satu korban kebrutalan aparat.
Kyal Sin, atau biasa dipanggil Angel, masih sangat muda. Ia baru masuk 19 tahun. Angel baru pertama kali ikut pemilu. Pemilu pada tanggal 8 November 2020 lalu. Pemilu pertama sekaligus jadi yang terakhir diikutinya.
Pemilu itu dimenangkan Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) pimpinan Aung San Suu Kyi. NLD merebut 83 persen kursi parlemen. Sementara Partai Pembangunan dan Solidaritas (USDP) yang didukung militer hanya meraih 33 persen dari 476 kursi parlemen.
USDP yang kalah melemparkan tuduhan kecurangan pada hasil pemilu. Militer pun membenarkan. Tuduhan kecurangan dibantah Komisi Pemilihan Umum Myanmar. Komisi Pemilihan Umum menegaskan tak ada kecurangan mempengaruhi secara signifikan hasil pemilu.
Sebelum matahari terbit di 1 Februari, hari yang dijadwalkan sidang perdana parlemen pemerintahan terpilih, Jenderal Aung Hlaing mengambil alih negara. Menahan Aung San Suu Kyi, Presiden Win Myint serta sejumlah pemimpin lannya.
Every Thing Will Be OK, tulisan pada kaos hitam yang dikenakan Angel saat tubuhnya ditemukan terkapar bersimbah darah. Angel mewakili keberanian dan tekat anak-anak muda Myanmar untuk menolak kembali ke masa lalu.
Selang sehari setelah pemakaman Angel, pada Jumat (05/3), gelombang protes kembali terjadi yang diikuti semua elemen rakyat. “Kami menolak kembali ke masa lalu,” ujar salah seorang demonstran. Ada lebih dari 6oo polisi ikut bergabung dalam gerakan pembangkangan sipil melawan junta militer.
Namun, pada malamnya, makam Angel dibongkar oleh aparat bersenjata. Pihak junta militer, melalui saluran televisi pemerintah (MRTV), mengatakan kematian Angel bukan disebabkan peluru aparat, tapi mereka yang menginginkan kekacauan.

Indonesia yang Memalukan
Di saat Myanmar dalam kondisi memilukan, Indonesia telah mengambil langkah diplomasi yang memalukan. Akhir bulan lalu Menlu RI Retno Marsudi, justru memilih bertemu dengan Menlu Myanmar Wunna Maung Lwin yang ditunjuk oleh junta militer. Pertemuan itu digelar di Bangkok (24/02).
Rakyat Myanmar sudah terluka oleh kudeta militer. Terluka oleh kebrutalan aparat bersenjata. Mereka pun bertambah terluka oleh langkah mediasi Pemerintahan Indonesia yang terkesan mendukung kudeta dan menganjurkan pemilu ulang.
Mulai dari aktivis antikudeta sampai komunitas muslim Myanmar berdemo di depan KBRI di Yangon. Mereka menolak keras langkah mediasi Menlu RI. Indonesia dianggap mendukung kudeta militer dan menganjurkan pemilu ulang.
“Jangan dukung kudeta militer. Berikan kembali pemerintahan terpilih kami. Kami tidak butuh pemilu ulang,” begitu isi poster-poster yang dibawa pemerotes selama dua hari di depan KBRI Yangon, (23-24/03).
Discussion about this post