Seruan dan kampaye Presiden Jokowi untuk membenci produk asing sepertinya tak diikuti oleh jajaran pembantunya. Sebaliknya, dua orang pembantu presiden, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartanto dan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi sepakat untuk impor beras. Anehnya, kebijakan impor beras diambil justru saat Indonesia menjelang panen raya.
Tak tanggung-tanggung, Pemerintah akan mengimpor beras 1 juta ton pada awal tahun 2021 ini. Sebanyak 500.000 ton untuk Cadangan Beras Pemerintah (CBP) dan 500.000 ton sesuai kebutuhan Badan Urusan Logistik (Bulog). Menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartanto, impor beras tersebut terpaksa dilakukan untuk menjaga stok beras nasional.
“Pemerintah juga melihat bahwa komoditas pangan itu menjadi penting, sehingga salah satu yang penting adalah penyediaan beras dengan stok 1-1,5 juta ton,” terang Airlangga pada Sabtu 6 Maret 2021.
Senada dengan Airlangga, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menyampaikan, rencana impor ini telah disepakati dalam rapat koordinasi terbatas, Kementerian Perdagangan bahkan telah mengantongi jadwal impor beras tersebut. Menurut dia, impor beras akan digunakan untuk menambah cadangan atau pemerintah.
Argumentasi Pemerintah dibantah oleh banyak kalangan. Kelompok Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) menilai ada potensi peningkatan produksi beras tahun 2021. Hal ini juga dibenarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyebutkan adanya potensi peningkatan produksi padi pada 2021 yaitu potensi produksi padi subround Januari hingga April 2021 sebesar 25,37 juta ton Gabah Kering Giling (GKG), mengalami kenaikan sebanyak 5,37 juta ton atau 26,88 persen dibandingkan subround yang sama tahun 2020 sebesar 19,99 juta ton GKG.
Yadi Syofyan Noor, Sekretaris Jenderal KTNA Nasional meminta pemerintah meninjau ulang kebijakan impor beras. yang akan dilakukan pemerintah pada saat beras dalam negeri diprediksi meningkat. Menurut Yadi, kebijakan impor beras tersebut akan berdampak penurunan harga jual hasil panen padi petani serta membuat mental petani tertekan karena merasa kurang dihargai jerih payahnya selama ini.
Lebih jauh Yadi menyampaikan saat ini di beberapa wilayah Indonesia sudah memasuki masa panen yaitu di Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB, Papua, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Gorontalo, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, serta Kalimatan Selatan. Dia memastikan bahwa awal Maret hingga Mei merupakan masa panen raya.
“Maka untuk itu diharapkan pemerintah melalui Perum Bulog dapat menyerap dan menampung hasil produksi padi di daerah-daerah,” ucap Yadi.
Suara penolakan juga datang dari Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Arif Satria. Menurut alumni Universitas Kagoshima Jepang ini impor beras hanya akan meresahkan petani. Pemerintah harusnya mengambil langkah strategis dalam menyambut panen raya yang sebentar lagi memasuki puncak.
“Karena begitu impor terjadi, maka dampaknya akan sangat serius terhadap harga dan itu akan merugikan petani. Saya kira kita (pemerintah) harus menghargai petani yang sudah bersusah payah, berjerih payah dan bekerja keras untuk memberikan kepada kita (masyarakat) suplai pangan,” ujar Prof. Arif Satria di Bogor, Minggu, 7 Maret 2021.
Berdasarkan data BPS kondisi beras Indonesia cukup. Selain itu, para petani Indonesia akan memasuki masa panen raya. Artinya ketersediaan beras Indonesia saat ini masih cukup. Lalu, impor beras untuk menjaga kepentingan siapa? (*)
Discussion about this post