WARTA POLITIK.ID -Jakarta-, 10/3/2021. Ajakan Presiden Joko Widodo agar masyarakat mencintai produk dalam negeri, tidak diikuti oleh tauladan yang baik oleh pemerintah. Indikasi ini terlihat dari rencana pemerintah untuk mengimpor beras sebanyak 1 juta ton pada awal tahun 2021 ini.
“Cintai negeri ini dengan mencintai barang kita dan membenci produk luar negeri,” ucap Jokowi disaat memberi sambutan dalam Rapat Kerja Kementerian Perdagangan, Kamis, 4 Maret 2021.
Presiden Jokowi meminta seluruh pemangku kepentingan untuk memupuk kecintaan pada produk dalam negeri dan menggulirkan kampanye membenci produk asing.
“Produk-produk dalam negeri gaungkan, gaungkan juga untuk benci produk-produk luar negeri,” ucap Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo.
Walaupun pernyataan Presiden Joko Widodo tersebut tidak khusus untuk produk beras dalam negeri, namun pernyataan itu bisa juga diperuntukkan untuk kasus beras saat ini. Intinya Presiden menginginkan agar rakyat Indonesia juga mencintai beras dalam negeri, dan membenci beras dari luar negeri.
Namun sayangnya, pernyataan Presiden Joko Widodo tersebut tidak diikuti dengan kebijakan yang mencukung ucapan tersebut. Hal ini terbukti dengan impor beras yang akan dilakukan pemerintah pada tahun ini sebanyak 1 juta ton.
Jika ditarik ke belakang, selama kurun waktu 2014 – 2020 pemerintah di bawah kepemimpinan Joko Widodo sudah mengimpor 9 juta ton beras, atau rata-rata 1 juta ton per tahun. Hal ini tentunya sangat bertentangan dengan ucapan Joko Widodo sendiri.
Apalagi jika dihubungkan dengan janji-janji politik Joko Widodo ketika akan mencalonkan diri menjadi Presiden Republik Indonesia tahun 2014 yang lalu. Menurut Joko Widodo, Indonesia yang memiliki kekayaan alam yang melimpah ini dengan dikaruniai tanah yang subur seharusnya menjadi negara pengekspor pangan.
“Kita harus berani stop impor pangan, stop impor beras, stop impor daging, stop impor kedelai, stop impor sayur, stop impor buah, stop impor ikan. Kita ini semuanya punya kok,” kata Jokowi di Gedung Pertemuan Assakinah, Cianjur, Jawa Barat, seperti diberitakan Kompas.com pada 2 Juli 2014 yang lalu.
Menurut Joko Widodo pemerintah harus menghentikan impor untuk memicu agar petani lebih semangat melakukan produksi beras, namun sekali lagi setelah menjabat Presiden selama dua periode, Joko Widodo tidak berhasil menghentikan impor beras, bahkan ketika petani-petani panen raya seperti tahun ini.
“Impor beras mempercepat hilangnya petani Indonesia, sementara petani asing semakin sejahtera,” ucap Riyono, Ketua Bidang Tani dan Nelayan, DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Lebih jauh Riyono menilai janji Presiden untuk stop impor beras yang sudah diucapkan sejak periode pertama2014-2019 tidak terealisasi. Presiden mengingkari sendiri janji-janji politiknya.
“Faktanya sejak 2014 – 2019 Presiden sudah melakukan impor beras lebih kurang 9 juta ton atau rata-rata 1 juta ton pertahun,” ucap Riyono.
Realitas tersebut menunjukkan bahwa nyaris tidak ada perubahan terhadap impor beras. Kebijakan untuk mengimpor beras di saat petani akan panen raya hanya akan menjatuhkan harga beras petani.
Undang-Undang Nomor 19 tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan petani mengamanatkan agar petani bisa menjadi aktor utama pembangunan Indonesia, namun realitasnya petani saat ini masih menjadi penonton kebijakan pemerintah yang tidak pro pada petani lokal. Impor beras disaat petani panen raya justru bertentangan dengan semangat undang-Undang Nomor 19 tahun 2013 itu, artinya pemerintah sendiri sebagai penyelenggara negara sudah melanggar Undang-Undang yang menjadi dasar hukum kehidupan bernegara ini. (*)
Discussion about this post