WartaPolitik.id- Pemerintah telah rampung menyusun Daftar Inventaris Masalah (DIM) terhadap naskah Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) yang disampaikan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
“Ini hasil kerja kolektif dan kolaboratif banyak pihak. Proses ke DPR akan melibatkan semua komponen pemerintah untuk mengawal,” kata Deputi V Kantor Staf Presiden (KSP), Jaleswari Pramodhawardani dalam keterangan tertulisnya dikutip, Sabtu (12/2/2022).
Sebelumnya tercatat bahwa proses pembahasan RUU TPKS telah bergulir sejak tahun 2016 dan telah dilakukan percepatan pada tahun 2021. Deputi V KSP menambahkan bahwa Kantor Staf Presiden pada April 2021 membentuk Gugus Tugas Percepatan Pembentukan RUU TPKS (Gugus Tugas) yang dikomandoi oleh Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) dan berkeanggotaan perwakilan dari Kantor Staf Presiden, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Kejaksaan Agung Republik Indonesia.
“Kami (tim pemerintah) dalam melakukan konsinyering selama enam kali itu. Kami tidak saja melakukan konsultasi publik dengan masyarakat sipil dan akademisi, tapi juga kami melakukan penjaringan aspirasi dengan semua cabang kekuasaan,” jelas Jaleswari.
Sementara itu, Wamenkumham, Prof. Eddy Hiariej menyampaikan pemerintah dan DPR punya frekuensi yang sama. Sebelum pengesahan DPR, kami (tim pemerintah) sudah enam kali melakukan konsinyering beberapa kali dengan Badan Legislasi (Baleg) DPR.
“Ini kenapa kita bisa melakukan penyusunan DIM secara cepat. Sebenarnya pemerintah mempunyai waktu 2 bulan setelah menerima RUU TPKS dan naskah akademik namun DIM Pemerintah sudah rampung, ini merupakan terobosan,” kata Eddy.
Wamenkumham menambahkan bahwa dalam DIM, pemerintah mengupayakan berbagai substansi penyempurnaan terhadap RUU TPKS yang telah disusun DPR, mulai dari terobosan terkait pengaturan ketentuan pidana yang kini mencakup 7 jenis kekerasan seksual hingga hukum acara.
“Kita sudah mengkonstruksikan hukum acara yang memang kemudian lebih mudah dari segi pembuktian, dari segi proses, dan lain sebagainya. Dalam RUU TPKS ini soal hak korban seperti perlindungan dan pemulihan dipenuhi,” ungkap Wamenkumham.
Selain berbagai hal tersebut terobosan yang cukup signifikan adalah akan adanya penguatan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) sebagai pemberi layanan terpadu one stop service bagi korban kekerasan seksual.
“Hal tersebut menjadi arahan Presiden langsung dari rapat terbatas,” ungkap Menteri PPPA, Bintang Puspayoga.
“Berkaitan dengan hal tersebut, Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah, Sugeng Hariyono, juga menyampaikan bahwa arahan Pak Menteri agar kami memberi dukungan yang penuh terhadap isu ini, penanganan kekerasan perempuan dan anak kami minta agar diprioritaskan oleh daerah baik dari segi program ataupun anggaran,” tambahnya.
Discussion about this post