Oleh: Subhan Akbar Saidi
(Peneliti Mollucas Corruption Watch)
Perdebatan publik belakangan ini semakin menimbulkan dilema sosial di kalangan masyarakat. Bukan soal konflik internasional antar Amerika dan Rusia, atau konflik yang terjadi beberapa pekan lalu di Maluku, tetapi soal ekspansi ritel modern berupa Indomaret, Alfamidi, dan Alfamart semakin hari kian marak di Kabupaten/ Kota Provinsi Maluku.
Munculnya Ritel Modern sebetulnya bukanlah hal yang baru di Provinsi Maluku. Setelah beroperasi beberapa tahun kemarin di Kota Ambon, kini Indomaret dan sejenisnya akan beroperasi di Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) dan Kota Tual. Aksi berupa penolakan pun hanyalah angin lalu bagi pemerintah daerah.
Berbagai kebijakan strategis yang digaungkan tidak lain, hanya untuk menyelamatkan Maluku dari angka kemiskinan. Tetapi, nampaknya kita perlu menelaah lebih dalam terkait dengan keberadaan ritel modern.
Saya berempati pada pemerintah yang memiliki legitimasi politik bahwa tujuan adanya Indomaret atau sejenisnya akan menyerap tenaga kerja, tetapi bagaimana dengan pedagang lokal atau UMKM yang akan teralienasi?
Paradoks Pembangunan
Pemberian hadiah nobel perdamaian 2006 bagi Prof. Mohammad Yunus dan Grameen Bank dari bangladesh memberi pelajaran berharga bagi pengelolaan ekonomi negara-negara di dunia, termasuk indonesia. Pelajaran itu adalah bahwa pendekatan ekonomi makro harus di imbangi dengan pendekatan mikro melalui konsep-konsep pemberdayaan yang dapat membangkitkan perekonomian dan kemandirian rakyat.
Dibeberapa kawasan asia seperti Jepang maupun Taiwan, perekonomian rakyat berkembang sehat dan terkait erat dengan sistem perekonomian secara nasional. Secara kelembagaan, perekonomian rakyat tersebut diwakili oleh usaha-usaha kecil yang ditumbuhkan dengan kekuatan yang berbasis pengetahuan dan teknologi, Sehingga memiliki daya saing yang kukuh. Usaha-usaha kecil itulah yang perlu ditumbuhkembangkan di setiap daerah di seluruh Indonesia termasuk di Maluku.
Pedagang Lokal atau UMKM tidak harus berkonotasi ekonomi kumuh, terisolasi, terbelakang, tetapi dapat berupa ekonomi yang modern, menguasai teknologi, meskipun skalanya kecil dan berlatar belakang budaya dan kearifan lokal.
World Economy Forum, 2000 mendefinisikan Knowledge- based ekonomy adalah sebuah sistem dimana penciptaan dan eksploitasi pengetahuan merupakan bagian utama mencapai kesejahteraan (United Kingdom Department of Trade and Industry, 1998), dan merupakan sistem ekonomi yang menciptakan, mendiseminasi, dan menggunakan pengetahuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan daya saing.
Dalam konteks pembangunan ritel modern di Maluku, secara sederhana, pembangunan meliputi dua aspek, yakni hasil dan proses. Pembangunan indomaret dll akan menyerap tenaga kerja dan investasi merupakan hasil yang diharapkan bersama. Masyarakat sekitar diharapkan menerima dampak positif dari adanya investasi. Namun, untuk mencapai kondisi tersebut, hak-hak dan aspirasi masyarakat harus tetap diperhatikan, mengingat jika muncul resiko pembangunan Indomaret dll, pedagang Lokal atau UMKM sekitar yang akan menanggung, bukan investor.
Semut Merah
Nampaknya kita tidak usah naif dengan data Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Maluku yang di rilis oleh BPS. saya tidak ingin menyajikan berupa angka-angka. Saya hanya ingin merepresentatif angka tersebut.
Diantara banyak data yang dirilis, ironisnya IPM Maluku sangat rendah. Alasan pembangunan dan investasi dengan iming-iming penyerapan tenaga kerja hanyalah utopis jika tidak diimbangi dengan kesiapan SDM yang berkualitas. Pembangunan dan investasi tidak hanya berbicara soal bangunan fisik tetapi pembangunan SDM. Inilah yang harusnya menjadi prioritas pembangunan.
Untuk mencapai tercapai pembangunan manusia, ada empat hal pokok yang perlu diperhatikan oleh pemerintah daerah (UNDP, 1995 dalam Shinegi, 2013). Pertama: Produktivitas, penduduk harus dimampukan untuk meningkatkan produktivitas dalam berpartisipasi penuh dalam proses penciptaan pendapatan dan nafkah. Pembangunan ekonomi, dengan demikian merupakan himpunan bagian dari model pembangunan manusia.
Kedua: Pemerataan, penduduk harus memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan akses terhadap semua sumber daya ekonomi dan sosial. Semua hambatan yang memperkecil kesempatan untuk memperoleh akses tersebut harus dihapus, sehingga mereka dapat mengambil manfaat dan berpartisipasi dalam kegiatan produktif yang dapat meningkatkan kualitas hidup.
Ketiga: Kesinambungan, akses terhadap sumber daya ekonomi dan sosial harus dipastikan tidak hanya untuk generasi saat ini, tetapi juga generasi yang akan datang. Semua sumber daya fisik, manusia, dan lingkungan harus diperbaharui.
Keempat: Pemberdayaan, penduduk harus berpartisipasi penuh dalam keputusan dan proses yang akan menentukan (bentuk/arah) kehidupan mereka, serta untuk berpartisipasi dan mengambil manfaat dari proses pembangunan.
Sayangnya empat hal pokok tersebut belum dilakukan oleh pemerintah. Kini tubuh masyarakat tak lagi merdeka akibat dari kebijakan yang dilahirkan dari komunikasi kontrak politik dan hukum yang transkasional. Jangan sampai kebijakan pembangunan dan Investasi hanya akan membuat masyarakat kecil makin menjerit karena kesiapan SDM yang tidak berkualitas.
Discussion about this post